RUANG berbaris bernomor urut, cat coklat dipintu dan jendela
Bisu, coba berdialog dengan pohon akasia dipojok parkiran
Kaos kuning duduk menikmati lampau tembakau
Otaknya kubaca menerawang, menembus setiap kamar bernomor urut.
“Seorang lagi datang”. Bisiknya dalam hati
Saat dilihat sijangkung jaket jeans menggiring manis betinanya
“Cintakah atau sama seperti burung bul-bul lainnya yang mencium penuh gairah bau bangkai.”
Kaos kuning menyerahkan satu anak panah , dan sijangkung melenggang
Dengan satu mata berkedip.
“Isyarat.” Dan hanya kaos kuning yang mengerti
Seorang lelaki muda berbaju abu datang mengantar tanda
“Remote control ? “ seraya menyerahkan benda hitam kotak
Dengan tombol bernomor persis pintu dan jendela coklat itu.
“Tidak perlu.” Jaket jeans menyahut seraya berbisik
“Suara betinaku lebih menarik dari box jadul dengan chanel gak jelas”.
Dibalik pintu dan jendela coklat bernomor urut.
Geliat, dan desah itu menjadi irama dari hasrat cinta tak bernama.
Hanya sehembusan musim semi, keduanya telah keluar dari pintu dan jendela coklat bernomer urut.
Kaos kuning menghela napas, memandang betina si Jangkung, menerawang menembus tempurung tiba diotak dan hati. Berbisik dengan pandangan penyesalan.
“Sedang tersesat.” Dia coba berdialog lewat pikiran
“Usah peduli.” Tiba-tiba kaos kuning tersentak, terhubung ?
Saat hatinya mendengar jawaban itu.
“Bagaimana bisa ?” Betina si Jangkung mendengarku.
“Cinta dan dosa sulit membeda, jika aku tersesat hari ini. Kuharap Tuhan masih memberiku jalan untuk kembali esok hari.” Lagi-lagi kaos kuning tercenung.
Kaos kuning dan lelaki muda dengan baju abu memandang lalu,
Seiring angin dan dingin yang mengantar dua roda pergi membawa sijangkung dan betinanya, setelah selembar warna merah menutup hidung keduanya. Mungkin agar bangkai itu tak tercium, entahlah !!
Oleh :Vera Verawati
Facebook Comments